Konsep rintisan sekolah bertaraf internasional harus segera direvisi.
Langkah ini harus dilakukan setelah pemerintah melakukan evaluasi,
ternyata dari 1.305 RSBI, tak satu pun yang layak dikembangkan menjadi
sekolah bertaraf internasional.
”Keinginannya bagus, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
nasional. Namun, konsep RSBI mungkin keliru karena ternyata lebih banyak
sisi negatifnya,” kata Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Zainuddin
Maliki di Surabaya, Kamis (5/1).
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto menyatakan, 1.305 sekolah berstatus
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) belum layak jadi sekolah
bertaraf internasional (SBI), antara lain, karena kualitas pengajarnya
belum memenuhi syarat.
Penyelenggaraan RSBI didasarkan pada Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
undang-undang itu dinyatakan, ”Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional”.
Sebagai tindak lanjut dari undang-undang itu, pemerintah kemudian
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf
Internasional. Aturan ini menjadi dasar hukum penyelenggara RSBI.
Kewenangan sekolah RSBI untuk memungut biaya dari orangtua siswa
juga menjadi pendorong sekolah-sekolah negeri untuk berubah status
menjadi RSBI. Padahal, pemerintah sudah mengucurkan dana ratusan juta
rupiah per tahun untuk RSBI.
Sekadar bahasa Inggris
Menurut Zainuddin, RSBI juga dipahami penyelenggara pendidikan
dengan menyampaikan materi pelajaran berbahasa Inggris untuk mata
pelajaran tertentu. Karena guru kurang fasih berbahasa Inggris, akhirnya
sekolah merekrut tenaga yang bisa berbahasa Inggris baik walaupun bukan
guru. ”Akibatnya, materi pelajaran tidak bisa diterima dengan baik oleh
siswa,” kata Zainuddin.
Di tempat terpisah, anggota Komisi E DPRD Jatim, Kuswiyanto,
mengatakan, selama ini RSBI di Jatim menjadi semacam gengsi daerah.
”Dampak sosialnya tak pernah dipertimbangkan,” kata Kuswiyanto.
Memang, 20 persen kursi RSBI dialokasikan untuk siswa miskin. Namun,
sejumlah RSBI kenyataannya kesulitan mencari siswa miskin. Di sisi
lain, harus dipertimbangkan sisi sosial siswa miskin di tengah mayoritas
siswa kaya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Sulistiyo mengatakan, RSBI menimbulkan ketidakadilan di masyarakat
karena bantuan pemerintah yang cukup besar diberikan untuk
sekolah-sekolah RSBI. Padahal, sekolah itu pun diperbolehkan memungut
dana dari masyarakat. Karena itu, PGRI akan mengusulkan amandemen
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, terutama yang menyangkut
RSBI...........
Sumber: Kompas.Com
0 Comments:
Post a Comment